Sesuai
teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt"
sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan
negara yg kemudian berubah.
Sistem
Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara
memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan
erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di
parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak
dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat
bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam
melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
-
Sistem hak pilih
-
Sistem pembagian daerah pemilihan.
-
Sistem pemilihan
-
Sistem pencalonan.
Bidang
ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan
memiliki cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada
dua prinsip pokok, yaitu:
a.
Sistem Pemilihan Mekanis
Pada
sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama.
Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam
mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b.
Sistem pemilihan Organis
Pada
sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama
dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah
yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia
Bangsa
Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan.
Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum,
tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan
umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui
adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan
di Indonesia.
1. Zaman
Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada
masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun
1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang
kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang
diterapkan pada pemilu ini adalah sistem
pemilu proporsional.
Pelaksanaan
pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada
pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan
intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan
menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan
tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai.
Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan
Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang
berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer
berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin
(1959-1965)
Setelah
pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk
mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik
menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan
pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila
(1965-1998)
Setelah
turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa
merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang
ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum
diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga
bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena
gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum,
Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan
kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau
penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga
golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan
Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan
hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4. Zaman Reformasi (1998-Sekarang)
4. Zaman Reformasi (1998-Sekarang)
Pada
masa reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan di berikanya
ruang bagi masarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memilih hak
mendirikan partai politik. Banyak parpol berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu
1999 partai politik yang lolos versifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48
partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Paa
tahun 2004 peserta pemilu Berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini di
sebabkan telah berlakunya ambang batas (Electoral Threshold) sesuai UU no
3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik tidak berhak mengikuti
pemilu selanjutnya adalah parpol yangmeraih sekurang-kurangnya 2% dari kursi
DPR. Prtai politik yang tidakmencapai ambang batas boleh mengikuti
pemiluselnjutnya dengan cara bergabung dengan partai laibn dan mendirikan
parpol baru. Persentase threshold dapat di naikan jika dirasa perlu seperti
persentasi Electrocal Threshold 2009 menjadi 3%setelah pemilu 2004 hanya 2%
begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa dinaikan lagi atau di
turunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu
dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu,
sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama
karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu
diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Asas-asas PEMILU
1. Langsung, berarti masarakat sebagai
pemilih hak untuk melihat secara langsung dalam Asas-asas PEMILU
pemilihan
umumsesui dengan kegiatan diri sendiri tanpa ada perantara
2. Umum, berarti pemilihan umum berlaku
untuk seluruh warga negara yang memenuhi
persaratan,
tanpa membeda-bedakan agama,suku,ras,jenis kelamin,golongan, perkerjaan,
kedaerahan da setatus sosial lain
3. Bebas, berati seluruh warga negara
yang memenihi sarat sebagia pemilih pada pemiliha umum untuk membawa
spirasinyatanpa ada tekanan dan paksaa dari siapapun
4. Rahsia. berarti dalam menentukan pilihan,
pemilih di jamin kerasiaan pemilinya
memberikan
suaranya pada surat suara dengan tidak dapat di ketahui oleh orang lain.
5. Jujur, berati semua
pihak yang terkait dengan pemilihan harus bertidk tan bersikap jujur
sesuia
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil, berati dalam pelaksanaan pemilu, setiap
pemilih dan peserta pemilihan umum
mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurngan pahak mna pun.
.
Sumber :
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-sistem.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar