Jumat, 25 April 2014

Sistem Pemilu di Indonesia




Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian berubah.
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
-          Sistem hak pilih
-          Sistem pembagian daerah pemilihan.
-          Sistem pemilihan
-          Sistem pencalonan.
Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah  yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua  pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
  1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat,  Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer berakhir.
  2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
  3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
 Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
 Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto  melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4. Zaman Reformasi (1998-Sekarang)
   Pada masa reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan di berikanya ruang bagi masarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memilih hak mendirikan partai politik. Banyak parpol berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos versifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
            Paa tahun 2004 peserta pemilu Berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini di sebabkan telah berlakunya ambang batas (Electoral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik tidak berhak mengikuti pemilu selanjutnya adalah parpol yangmeraih sekurang-kurangnya 2% dari kursi DPR. Prtai politik yang tidakmencapai ambang batas boleh mengikuti pemiluselnjutnya dengan cara bergabung dengan partai laibn dan mendirikan parpol baru. Persentase threshold dapat di naikan jika dirasa perlu seperti persentasi Electrocal Threshold 2009 menjadi 3%setelah pemilu 2004 hanya 2% begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa dinaikan lagi atau di turunkan.
 

Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.

Asas-asas PEMILU
1.  Langsung, berarti masarakat sebagai pemilih hak untuk melihat secara langsung dalam
pemilihan umumsesui dengan kegiatan diri sendiri tanpa ada perantara
2.    Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yang memenuhi
persaratan, tanpa membeda-bedakan agama,suku,ras,jenis kelamin,golongan, perkerjaan, kedaerahan da setatus sosial lain
3. Bebas, berati seluruh warga negara yang memenihi sarat sebagia pemilih pada pemiliha umum untuk membawa spirasinyatanpa ada tekanan dan paksaa dari siapapun
4.  Rahsia. berarti dalam menentukan pilihan, pemilih di jamin kerasiaan pemilinya
memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat di ketahui oleh orang lain.
5. Jujur, berati semua pihak yang terkait dengan pemilihan harus bertidk tan bersikap jujur
sesuia peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.  Adil, berati dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum  
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurngan pahak mna pun.

.
Sumber :
 http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-sistem.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar